Pembalap Mooney VR46 Racing Team, Luca Marini, mengaku resah melihat peta kompetisi MotoGP jika dilihat dari sisi performa motor. Menurutnya, motor-motor MotoGP kini terlalu mudah dikendarai berkat inovasi peralatan-peralatan terbaru. Alhasil, kini peran para pembalap tidaklah sebesar dulu.
Salah satu perangkat motor yang belakangan ini menjadi perdebatan sengit di antara peserta, pengamat, dan penggemar MotoGP adalah ride height device, yang membantu rider mencari grip di berbagai bagian trek. Alat ini dicetuskan General Manager Ducati Corse, Gigi Dall’Igna, sejak 2019 dan pabrikan lain menirunya.
Namun, front ride hight device resmi telah dilarang penggunaannya mulai 2023 karena dinilai cukup membahayakan dan bisa bikin bengkak biaya balap. Ducati pun sangat kesal atas keputusan ini. Namun, sebagai salah satu rider Ducati, Marini malah yakin sejatinya MotoGP memang tak butuh alat tersebut.
“Sulit memihak dalam hal ini, apalagi posisi saya takkan berubah. Entah saya setuju atau tidak, takkan ada bedanya. Namun, kami tak butuh alat itu. Saya tak yakin pertunjukan bakal lebih baik dengannya. Meski begitu, alat itu bagian dari pengembangan dan teknologi yang terus maju tiap tahun,” tutur Marini via Speedweek, Jumat (9/12/2022).
Adik Valentino Rossi ini yakin, MotoGP tetap bisa ‘hidup’ tanpa alat-alat macam ride height device. Apalagi, ia merasa alat-alat tersebut justru membuat motor-motor MotoGP masa kini jadi terlalu mudah dikendarai. Atas alasan itulah kini talenta dan skill pembalap jadi tak punya peranan besar dalam menentukan hasil balap.
“Saya ingin motor yang lebih sulit, motor yang tak punya alat macam itu. Dengan begitu, rider bisa bikin lebih banyak perbedaan. Di kelas ringan seperti WorldSSP300 dan Moto3, masalah terbesar adalah motornya terlalu mudah dikendarai. Kini MotoGP menuju ke arah itu. Motor kami sangat mudah dikendarai, semua rider mengonfirmasinya,” ujarnya.
Dengan motor yang mudah dikendarai pula, persaingan di MotoGP makin acak. Setiap rider punya kans yang sama baiknya untuk naik podium atau meraih kemenangan. Alhasil, sulit untuk mengetahui siapa pembalap yang benar-benar punya talenta dan kemampuan terbaik, karena hasil lebih ditentukan oleh performa motor.
“Semua pembalap ingin jadi yang terbaik, dan saya rasa Anda harus membuat perbedaan dengan cara tertentu. Hampir semua orang kini punya motor pabrikan. Dari pembalap nomor 1 sampai 20, semua orang bisa memenangkan balapan,” ungkap Marini, yang juga merupakan runner up Moto2 2020.
“Jika kami punya motor yang lebih sulit, di mana rider bisa bikin kemajuan, saya bakal lebih senang. Namun, saat ini, contohnya pada fase akselerasi, tak ada yang bisa dilakukan para rider. Corner exit kini sama bagi semua motor dan pembalap. Anda hanya harus mengerem agresif dan berbelok cepat,” pungkas rider 25 tahun ini.